Thursday, May 29, 2014

PULAU KAYANGAN (Kelurahan Bulo Gading, Kecamatan Ujung Panjang, Makassar, Sulawesi Selatan)

Halo ... hi! Jumpa lagi dengan kalian. Saya, Donny Reston, akan berbagi pengalaman dengan anda yang sudah pasti over kangen dengan tulisan-tulisanku yang keren, kan?! Nggak ya? Yakin? Ciusss?

Sambil nulis blog ini, komputerku terus menerus memutar ulang lagu dari girlband  kesayanganku yaitu (drumroll please ...) Apakah Kau Melihat Mentari Senja? by JKT48 dan versi Jepangnya : Yuuhi Wo Miteiru Ka? by AKB48. Dua lagu itu bergantian menyemangati syaraf-syaraf otak yang melalui suatu jaringan yang bermula dari gendang telinga. Saking lamanya memutar lagu tersebut sampai-sampai hampir hapal liriknya. Nah, berhubung saya baik hati, maka kali ini saya posting lirik versi JKT48nya di sini.

Apakah Kau Melihat Mentari Senja?
(Yuuhi Wo Miteiru Ka?) - JKT48


Seperti apa hari ini
Yang telah di lewati
Pasti terfikir saat di jalan pulang
Meski ada hal sedih
Ataupun hal yang memberatkan
Tak apa asal yang bahagia lebih banyak

Karena tidak mau membuat keluarga dan teman
Dan orang di sekitar jadi khawatir
Kau paksakan tersenyum dan membuat kebohongan sedikit
Janganlah kau pendam semuanya di dalam hati

Merasakan angin di saat musim berganti
Dan menyadari bunga di sebelah kaki
Jika dapat mensyukuri keberadaan kecil itu
Kita dapat merasakan kebahagian

Apakah kau melihat langit mentari senja?
Waktupun berlalu dan sosoknya terlihat begitu indah, Yes!
Begitulah hari ini berakhir
Malam yang mengulang baru semua telah datang

Kau bergegas di jalan pulang seorang diri
Kenapa tidak hargai dirimu sendiri sedikit lagi
Yuk! Mari lihat sedikit lebih baik
Supaya kau dapat hidup jadi diri sendiri

Hubungan antar manusia memang merepotkan
Tapi kita tak bisa hidup sendiri
Setiap manusia merupakan makhluk yang lemah
Kita haruslah hidup saling membantu

Dan kadang-kadang keluar ucapan kasar
Tak sengaja menginjak kaki seseorang
Atau salah paham berbagai hal yang telah terjadi
Tetapi selalu penuh harapan

Apakah kau melihat langit mentari senja?
Mengajar untuk menerima keadaan saat ini dan terus maju
Dan bila kehilangan sesuatu
Pastilah suatu saat nanti hal itu akan tercapai

Langit hitam mulai berubah menjadi gelap
Di hias oleh titik garis yang terbentuk dari bintang-bintang
Sampai hari esok tibalah nanti
Lihatlah mimpi seperti dirimu sendiri

Apakah kau melihat langit mentari senja?
Waktupun berlalu dan sosoknya terlihat begitu indah, Yes!
Begitulah hari ini berakhir
Malam yang mengulang baru semua telah datang

Kau bergegas di jalan pulang seorang diri
Kenapa tidak hargai dirimu sendiri sedikit lagi
Yuk! Mari lihat sedikit lebih baik
Supaya kau dapat hidup jadi diri sendiri



Btw, beberapa hari sebelum hari ini pertanyaan "Ke mana lagi ya berpetualang?"  terus saja memenuhi kepalaku. Om Google juga memberi alternatif jawaban yang terlalu jauh atau peta yang terlalu nggak jelas atau nggak sesuai kriteria untuk trip sehari. Beberapa teman yang kuajak untuk melakukan lagi perjalanan unyu'-unyu' nampaknya pada malas ke tempat yang jauh. Maunya di sekitaran kota Makassar saja. Makanya ketika Elsa menawarkan Pulau Kayangan semua nampak excited berhubung Patrik dan Elsa ternyata belum pernah ke sana. Dalam hati, aku sebenarnya nggak tertarik dengan usulan ini tapi daripada godain anjing tetangga ntar digigit atau duduk berduaan sama Patrik depan TMP ntar dikira hombreng maka mending bergabung sama rombongan ababil ini.


Menyusuri jalan-jalan di kota Makassar siang bolong merupakan hal yang nggak keren sama sekali. Keringat terlalu cepat keluar sehingga wangi parfum will soon fade away berganti bau badan yang harum nggak, sakkulu'*) iya.


Pulau Kayangan dulunya merupakan tempat yang menarik untuk dikunjungi apalagi di tahun 80-90an tapi sekarang saya sendiri agak ragu untuk mengunjunginya mengingat terakhir saya ke sana, beberapa fasilitas seperti dermaga sudah nampak rapuh dan sepertinya ndak lama lagi rubuh. Tapi asyiknya, di sana ada restoran, penginapan,  billiard, karaoke, dan fasilitas bermain lainnya. Dengan membayar tiket sebesar 30rb rupiah, kita sudah bisa naek perahu PP dan menikmati beberapa fasilitas di sana seperti kamar mandi umum dan kolam renang.

Setelah naik perahu sekitar 15 menit, akhirnya kami sampai juga di sana. Dermaga yang ada cuma diperbaiki seadanya setidaknya masih kuat untuk menampung beberapa pemancing mania yang nongkrong di situ. Di pantainya beberapa keluarga nampak menikmati banget bermain air, berenang dan berakrobat ria. Hari libur gini biasanya memang rame. Aku dan teman-teman segera mencari spot yang asyik untuk memasang hammock dan flysheet. Beberapa kali mengamati tempat yang bagus, akhirnya kami memilih daerah sekitaran kolam renang.



******


Berikut merupakan hasil jepretanku selama di Pulau Kayangan :










*******

 And this is me, the author and the photographer:



 



*)sakkulu: bau keringat yang bikin mual.




The story is under construction. Sila mengunjungi post saya sebelumnya.
I sincerely appreciate your taking time to provide your comments and feedback (by clicking on reactions or rate it). Jangan lupa, join this site. Thanks.

----------------------------------------------------------------------------------
Thanx to:

  1. Patrick W. P., Ignatius 'Nda Tau' Matuh, Katarina "Kajol" Elsa, dan teman-temannya.
  2. Matuh dan Elsa untuk foto diriku yang saya upload juga di sini.

Sunday, May 4, 2014

PULAU PODANG-PODANG CADDI (Desa Mattiro Dolangeng, Kecamatan Liukang Tupabiring Utara, Kabupaten Pangkep, Provinsi Sulawesi Selatan)


Sepulang dari Cangke hari ini, kami langsung menuju Makassar dan nggak singgah-singgah di pulau lainnya. Dalam perjalanan tersebut, terjadi sebuah kejadian konyol. Kapal motor yang kami tumpangi hampir menabrak Pulau Podang-Podang Caddi. Sejak melewati Pulau Lamputang, arah kapal sudah membingungkan. Aku sempat berkata sama Arnold, "Bro, keliatannya kapal ini menuju ke Podang-Podang Caddi. Padahal tadi bilangnya nggak singgah-singgah".

"Mungkin ada yang mau dijemput di sana," jawabnya ragu.
Kuambil kamera dan mengeker pulau itu dengan menzoom-in lensa sapu jagad tapi dari penampakannya, nggak ada tanda-tanda ada orang menginap di pulau tersebut.
Kapal semakin mendekat ke pulau dengan kecepatan sekitar 10-an knot. Tiba-tiba Pak Gafur, sang kapten yang lagi asyik menelpon, terlihat kaget ketika menyadari arah kapal yang nggak semestinya. Dia berteriak-teriak membangunkan  anaknya (atau anak buahnya?) yang sedang memegang kemudi dengan posisi bending style (persis di iklan "mizone"), mata terpejam, dan mulut sedikit terbuka. Dia tertidur, pemirsa! Pantasan pulau segede itu nyaris ditabraknya. 

Menatap Podang-Podang Caddi dari jarak dekat kembali mengingatkan saya pada sebuah perjalanan yang pernah kulakukan bersama sebagian dari teman-teman trip ku hari ini.

Ceritanya begini:

Sabtu, 13 April 2013 (2 hari sebelum Ujian Nasional SMA terkacau sepanjang sejarah negara ini bahkan mungkin sepanjang sejarah umat manusia), sesuai dengan pesan-pesan Arnold yang ditulis tanggal 10 April 2013 di akun facebook "KPA PINTAS" kami berkumpul di rumah Agus dan bersama-sama menuju Paotere. Tidak seperti biasanya, kali ini kami harus menggunakan 2 buah angkot (orang makassar menyebutnya "pete-pete") saking banyaknya perlengkapan, logistik, dan 22 'bocah petualang' yang sangat antusias untuk petualangan kali ini. Yang spesial kali ini karena salah satu personel Pintas membawa istri dan anaknya untuk ikut berpetualang ke pulau ini (two tumbs deh buat keluarga Ito, Mawar dan little Queensa).

Di dalam angkot yang tak punya AC itu, kami berdesak-desakan seperti ikan sarden yang bercampur dengan berbagai macam perlengkapan serta logistik berupa beras, sayur, ikan, dan bumbu-bumbunya. Karenanya, waktu terasa sangat lama hingga akhirnya sampai juga kami di samping Pelabuhan Paotere yang sangat ramai. Namun penderitaan belum berakhir. Bau pasar, air laut, ikan, manusia, dan asap dari knalpot kapal bercampur menjadi satu. Belum masuk kapal, perut sudah bereaksi sedemikian rupa. Belum lagi matahari yang sepertinya nggak peduli dengan makhluk semacam saya yang berkulit eksotis, hahaha. Perjalanan yang sangat menyiksa tapi semua manusia dalam rombongan itu tetap semangat.

Kapal motor yang bernama "Prima Abadi" itu pun membawa kami melintasi pesisir barat Pulau Sulawesi, melewati gugusan spermonde yang mengundang untuk dikunjungi suatu hari nanti. Beberapa kali aku melihat ikan-ikan kecil terbang menjauh ketika jolloro kami melewati mereka. Angin laut, langit biru, percikan-percik ombak yang kadang membasuh wajah kami yang nongkrong di atas kapal sedikit mengobati teriknya sinar matahari yang napsu banget menggosongkan kulit kami. Keadaan ini berbanding terbalik dengan beberapa teman cewek yang menghuni lambung kapal, mereka harus puas berebut tempat dengan sesaknya ibu-ibu dan seabrek barang belanjaannya. Udara yang hanya sekilas berhembus, sesaknya penumpang, aroma-aroma khas keringat, bau solar dan goncangan kapal membuat mereka harus rela mengeluarkan sebagian  isi perut mereka (jackpot, yeahhh....).

Setelah 2 jam melewati ombak dan panas, sampailah kami di pulau tujuan, Podang-Podang Caddi. Dulu pulau ini bernama Podang-Podang Lestari (ini serius ...) tapi karena ada artis yang juga memakai nama belakang Lestari maka digantilah nama pulau tersebut (hahaha ... yang ini bercanda). Ketika semua telah turun dari kapal, Arnold memimpin doa dan briefing singkat untuk menyampaikan hal-hal apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan (termasuk tata tertib) selama di pulau tersebut. Abis itu, kami mencari tempat memasang parameter. Para cowok bertugas memasang tenda dan cewek-cewek mempersiapkan dapur.

Setelah semuanya selesai, saatnya mengambil kamera dan menanti sunset. Beberapa teman langsung terjun ke laut menikmati pantai yang hangat dan pasir putih selembut tepung. Langit sore di pulau ini sangat indah. Hingga gelap menjelang, aku masih terus asyik menikmati pemandangannya dengan kamera yang kusetting asal-asal. Sayang sekali, ketika gelap datang, tak ada penerangan sama sekali kecuali headlamp dan api unggun. Kegiatan potret memotret pun ku akhiri sampai di situ. Satu hal yang kusadari, semakin gelap tempat kita menatap langit, maka semakin banyak bintang yang dapat kita lihat. Demikian pula jika memotret. Semakin gelap, semakin banyak bintang yang bisa kita potret.

Sementara teman-teman mempersiapkan makan malam, aku memasang hammock untuk kutiduri malam itu. Ito membantuku setelah dia memasang hammocknya sendiri 2 meter di sebelahku, dekat dengan tenda cowok. Malam kelihatan sangat cerah sehingga tidur di hammock merupakan pilihan yang tepat. Setelah makan malam berupa nasi dan ikan bakar, aku langsung menuju hammock dan mengamati hasil jepretanku sore tadi via kamera. Patrick, Arnold, dan Matuh kembali berendam dan mencari hewan laut yang berkeliaran ketika malam. Sesekali terdengar mereka tertawa bahagia atau berkata, "Keren! Kerennya!". Tapi ndak ada seorang pun yang tertarik dengan apa yang mereka lihat karena semuanya lebih suka berada di darat menikmati kopi dan jagung bakar daripada berendam dalam air di saat waktu sudah hampir pkl. 21.00.

Tak lama berbaring di hammock, semua indera ku tiba-tiba mati rasa. Aku tertidur. Namun, sekitar pukul tiga dinihari, aku terbangun oleh angin yang rasanya semakin dingin menusuk kulit. Ku amati sekeliling, teman-teman tampaknya sudah pada tidur karena sekitar tenda mereka tak ada aktivitas. Kucoba melanjutkan lagi tidurku. Tetapi rasa dingin itu semakin aneh lagian kandung kemihku terasa sangat penuh. So, aku bangun untuk mencari tempat yang pas buat memenuhi hasrat ingin pipis itu. Tiba-tiba dari dalam pulau terlihat beberapa bayangan putih melintas. Wah, datang lagi makhluk beginian, pikirku. Gak di gunung, gak di pulau, mereka selalu saja ada. Sendainya saya Goku sudah saya kamehameha mereka.

Habis pipis aku mulai mengambil kamera dan mencari hewan-hewan yang nongol malam-malam (nokturnal). Tapi hingga pagi menjelang, nggak ada satu pun yang muncul. Aku hanya menemukan Agus, Nyong, dan Conk terlelap di atas matras tepat di pinggir pantai. Kuputuskan menunggu sunrise saja di salah satu sudut pulau. Tapi mentari pagi yang kutunggu nggak muncul secara spektakuler. Terlalu banyak awan sehingga matahari munculnya sangat samar. Nggak asyik untuk di potret. Teman-teman yang juga berniat memotretnya pun terlihat kecewa dan hanya berkeliling pulau yang lebarnya kira-kira sama dengan lapangan sepakbola itu.

Pulau Podang-Podang Caddi merupakan sebuah pulau yang nggak memiliki penghuni kecuali seekor kucing yang sempat kulihat berada di sana. Tempat ini bagi masyarakat setempat dijadikan sebagai tempat buang sial. Makanya jangan heran jika  ke sana dan masuk ke dalam pulau kamu akan menemukan benda-benda aneh yang sengaja diletakkan di sana oleh penduduk. Beberapa kuburan nampak berjejer rapi di dalam pulau sehingga menambah keangkerannya. Tapi meskipun rada-rada spooky, tempat ini merupakan salah satu tempat terindah yang pernah kukunjungi.


******


Berikut merupakan hasil jepretanku selama di Pulau Podang-Podang Caddi :


















*******

And this is me, the author and the photographer:






The story is under construction. Sila mengunjungi post saya sebelumnya.
I sincerely appreciate your taking time to provide your comments and feedback (by clicking on reactions or rate it). Jangan lupa, join this site. Thanks.



----------------------------------------------------------------------------------
Thanx to:

  1. Keluarga besar Komunitas Pencinta Alam - Pintas, Paroki St. Paulus-Tello Makassar.
  2. Member of Group : Arnoldus Dp, Ignatius 'Nda Tau' Matuh, Patrick Wulaa Petrus, Yohanes 'Nyong' Petrus Alfonsus, Stella Alexander, Nugraha "Memet" Hariandja, Katarina "Kajol" Elsa, Melky Meko, Maria Triselia Guhar, Titor Efrem Nurak, Agustinus Duma, dan Markos Y. Kahia.
  3. The participant: Ronald V.P. , Veronica Leong, Mawar, Emmanuella Lassa, Richarnot Toban, Rulin, Oveliag, Butet dan si kecil Queensa.
  4. Maria Guhar untuk foto diriku yang saya upload juga di sini.

Saturday, May 3, 2014

PULAU KARANRANG (Desa Mattiro Bulu, Kecamatan Liukang Tupabbiring Utara, Kabupaten Pangkep)



Pulang dari pertemuan yang membahas tentang Kurikulum 2013, aku dijemput Matuh dengan motor Scoopy yang sudah pasti bukan miliknya. Padahal sejam sebelumnya aku beritahu Patrick via phone kalo aku nggak jadi ke Pulau Cangke. Tapi apa boleh buat, karena Matuh sudah datang, terpaksa  kupacking beberapa perlengkapan dasar yang akan digunakan untuk one-night-camp plus 2 buah kamera. Nah, berhubung aku sudah pernah membahas tentang Pulau Cangke, maka hari ini aku nggak berniat untuk membahasnya kembali. Dalam catatan perjalanan hari ini aku akan secara khusus  membahas Pulau Karanrang. Pulau ini hanya merupakan tempat persinggahan kami jika ingin ke Pulau Cangke. Kami nggak pernah menginap disana. Tetapi selalu saja ingin kutulis sesuatu tentang pulau ini.

Captain Gafur Sparrow
Di Pulau ini tinggallah seorang pemilik kapal motor (biasa disebut "jolloro") bermuatan 30-an orang. Namanya Pak Gafur. Setiap kali mau ke pulau-pulau di sekitar Pangkep kami terpaksa singgah di Karanrang dan menyempatkan diri singgah di rumahnya untuk membeli kebutuhan logistik yang kelupaan atau memang malas kami bawa dari Makassar seperti air minum dalam galon yang beratnya lumayan. Kenal dekat sama beliau sih nggak. Kenal muka iya tapi dalam pertemuan kami hari ini, kelihatannya dia nggak kenal aku sama sekali ^__^.


Bro 'n sista, Karanrang ini merupakan salah satu pulau dari gugusan spermonde di Pulau Sulawesi yang sampai sekarang bukan merupakan tujuan rekreasi favorit karena di pulau ini nggak tersedia satu pun tempat rekreasi. Tapi pemandangan yang ditawarkan oleh pulau tersebutlah yang membuat aku tertarik untuk menceritakan dan memperlihatkannya dalam beberapa foto.

Meskipun terdapat beberapa motor dan sepeda di pulau ini, tetapi dijamin nggak ada satu mobil pun kamu bisa temukan di sini. Demikian pula pohon kelapa. Hampir pasti, pohon kelapa gak mau tumbuh di sini. Kenapa? Mari kita bartanya pada rumput yang bergoyang, dudududu ..... dudududu.

Berikut merupakan hasil jepretanku selama di Pulau Karanrang :




 






*******

And this is me, the author and the photographer:





The story is under construction. Sila mengunjungi post saya sebelumnya.
I sincerely appreciate your taking time to provide your comments and feedback (by clicking on reactions or rate it). Jangan lupa, join this site. Thanks.



----------------------------------------------------------------------------------
Thanx to:

  1. Keluarga besar Komunitas Pencinta Alam - Pintas, Paroki St. Paulus-Tello Makassar.
  2. Member of Group : Arnoldus Dp, Ignatius 'Nda Tau' Matuh, Patrick Wulaa Petrus, Yohanes 'Nyong' Petrus Alfonsus, Stella Alexander, dan Markos Y. Kahia.
  3. The participant: Richard, Resti, dan Marsel, Marsela, Brigita Desi, dan Mardha.
  4. Arnoldus Dp untuk foto diriku yang saya upload juga di sini.