Hari ini hari Minggu. Seperti biasa aku bangun pagi-pagi, minum
kopi, lalu mulai membersihkan kamar dan mencuci pakaian (yang sudah seminggu
bertumpuk). Untung ada mesin cuci. So, tugas berat itu gampang diatasi. Maklum,
saya gak hobi mencuci. Abis itu masak indomie pake telor, nasi, dan cah
kangkung. Gak lupa sediain cabe merah 5 biji biar makan lebih semangat. Hidup yang
sangat nyaman untuk makhluk seperti saya. Istri tak punya, anak apalagi, … di tengah keramaian, itu adalah kesepian yang sempurna, hahaha.
Well, bro. Aku gak mau menyelesaikan hari ini tanpa
petualangan. Maka kuputuskan untuk mengunjungi pulau sepi terdekat: Pulau
Gusung a.k.a Lae-Lae Caddi (Lae-Lae Kecil). Beberapa teman yang kuhubungi tak
dapat menemani perjalanan kali ini. Akhirnya, ku ajak saja adikku, Andre, untuk
menjadi assisten perjalanan. Dengan mengendarai motor, kami menuju pelabuhan kayu
Bangkoa untuk menyeberang ke Pulau Gusung. Meski pelabuhan ini agak
tersembunyi, kita gak perlu perlu susah-susah mencarinya karena di depan lorong
yang mengarah ke pelabuhan tersebut para nelayan terlihat meneriakkan nama-nama
pulau seperti “Samalona” dan “Lae-Lae”.
Ketika parkir, seorang nelayan datang menghampiriku, “Mau ke
mana ki, Bos?”
“Ke Gusung,” jawabku. “Berapa?” Aku menanyakan harga.
“Berapa orang ki kah?” Tanyanya.
“2 orang ji.”
“Aih, mahalki kalo 2 orang ja ki karna ndak ada orang yang
mau ke sana kecuali kita.”
“Jadi berapa mi itu?”
“100 ribu,” jawabnya kelihatan ragu-ragu.
“Pas-nya berapa?” Aku mulai menawar.
“80 ribu pulang pergi.”
“Sip.”
Gak jauh dari situ sepasang turis Jerman berhasil menawar 50
ribu untuk sampai di Samalona padahal pulau itu jaraknya 3 kali lipat dari
Pulau Gusung. Aku menyesal. Tapi apa boleh buat nasi sudah
jadi bubur kacang ijo. Itung-itung amal di bulan Ramadhan. Lagian, mungkin mesti jadi bule baru bisa dapat harga segila itu.
Sampai di Pulau Gusung, kami dihadapkan pada tumpukan
bebatuan yang disusun memanjang dari utara ke selatan untuk memecah ombak. Tempat ini sebenarnya indah namun sayang sekali tak ada
satu pun tempat bernaung dari terik matahari. Begitu menemukan spot yang tepat
aku mulai masuk ke dalam air dengan cukup yakin jika peralatan elektronik yang melekat
di badanku semuanya waterproof. 5 menit di dalam air, aku mulai menyadari bahwa
ada 1 benda yang belum kuselamatkan. HP cdma yang baru kubeli
beberapa yang waktu yang lalu telah menemui ajalnya di tempat ini.
Pulau ini lebih populer dengan nama Gusung. Jaraknya kira-kira 1,5 km dari Pelabuhan Bangkoa, dengan luas kira-kira 2 ha. Posisi
pulau ini berada di antara Pulau Lae-Lae dan Pulau
Kayangan. Sebenarnya pulau ini bukanlah pulau tetapi sand barrier yang dibangun
oleh Pengelola Pelabuhan Makassar sebagai pemecah gelombang, sekaligus
melindungi kawasan Pelabuhan selama musim Barat. Pulau ini dihuni oleh 4 kepala keluarga padahal terdapat tanda larangan mendirikan rumah di situ. Untuk dapat menikmati sore di tempat ini sebaiknya anda datang pagi-pagi dan pulang ketika matahari mulai tinggi.
*******
And this is me, the author and the photographer:
I
sincerely appreciate your taking time to provide your comments and
feedback (by clicking on reactions or rate it). Jangan lupa, join this
site. Thanks.
----------------------------------------------------------------------------------
Thanx to:
- My brother, Andreas Okky Reston.
- Honda Blade -ku yang terkasih
- Canon 60D dan 1000D ku yang keyen.