Pagi ini (sekitar setengah sepuluh) basecamp Pintas
tampak ramai. Tumben! Biasanya hari gini masih kosong. Beberapa cewek panitia
LDK-OMK terlihat asyik membungkus
rica-rica dan bakso dengan gaya mirip ibu-ibu PKK dari desa manaaa gitu (sejujurnya,
aku lebih tertarik pada bungkusan rica-rica daripada girlband cherryb**le yang sedang
membungkusnya). Ternyata bray, hari ini
ada bazar berjalan dan mereka sudah sejak subuh mempersiapkannya. Pantas
tampang mereka gak karuan.
"Kalian mau ke mana?" Tanya Elsa sambil
menggaruk-garuk belakangnya dengan brutal (mungkin karena stress menghitung
uang soalnya dia bendahara yang bercita-cita menjadi fisioterapis yang baik .... hehe, gak nyambung).
"Gak tau juga. Coba kau tanya Patrick. Soalnya yang usul perjalanan hari ini, dia." Jawabku sambil menunjuk sosok bertubuh besar yang sedang berkubang di lantai basecamp.
"Ini juga hasil searching di Gugel, Mbak-Bro. Namanya ... " Patrick segera terbangun dan mulai membuka-buka buku catatannya, "Bukit Teletubbies, di Kecamatan Cenrana, dusun ..."
"Jadi, kita jalan tanpa arah yang jelas ini?" Potongku. Aku mulai membayangkan tentang peta buta kalo ulangan di SD dulu. Pertanyaan seperti itu paling aku benci pas pelajaran IPS-nya Ibu Helena. Pasalnya, kalo salah ... ganjarannya menyakitkan. Rotan, man!
"Pokoknya dekat Camba," jawabnya seakan-akan mengerti apa isi kepalaku.
"Gak tau juga. Coba kau tanya Patrick. Soalnya yang usul perjalanan hari ini, dia." Jawabku sambil menunjuk sosok bertubuh besar yang sedang berkubang di lantai basecamp.
"Ini juga hasil searching di Gugel, Mbak-Bro. Namanya ... " Patrick segera terbangun dan mulai membuka-buka buku catatannya, "Bukit Teletubbies, di Kecamatan Cenrana, dusun ..."
"Jadi, kita jalan tanpa arah yang jelas ini?" Potongku. Aku mulai membayangkan tentang peta buta kalo ulangan di SD dulu. Pertanyaan seperti itu paling aku benci pas pelajaran IPS-nya Ibu Helena. Pasalnya, kalo salah ... ganjarannya menyakitkan. Rotan, man!
"Pokoknya dekat Camba," jawabnya seakan-akan mengerti apa isi kepalaku.
“Siapa saja yang pergi?” Tanya Elsa. Kali ini
menggaruk-garuk hidungnya. (Jika sekali lagi dia bertanya sambil menggaruk anggota tubuhnya maka aku yakin ini pasti bukan penyakit biasa. Tapi untunglah hal itu gak terjadi karena sampai kami pergi gak satu pertanyaan pun terlontar).
“Saya, Kak Donny, Ito, dengan Matuh,” jawab Patrick sambil
menelpon Matuh pake hp Elsa (dasar cumi). Sedangkan aku menelpon Ito.
Kita fast-forward saja adegan telpon-telponan (pencet hp, diam, pencet hp lagi, ngomong sebentar, menggerutu, dan banting hp). Hasil dari kegiatan telpon-menelpon ini adalah:
- Ito gak jadi berangkat karena anaknya tiba-tiba sakit.
- Matuh sedang konser bersama dengan kelompok Paduan Suaranya (suaranya memang indah kalo lagi bernyanyi dalam air).
- Hanya kami berdua, saya dan Patrick yang available karena teman-teman yang lain juga pada sibuk dengan bazaar.
Meski cuma berdua, namun itu bukan masalah karena kami
adalah tim yang kompak dan tampan (sok narsis). Pukul 10:51, kami berangkat dengan
mengendarai Honda Blade Repsol yang selama ini sudah menemaniku melewati
berbagai bukit, gunung, dan lembah. Saat ini, keperkasaannya harus diuji lagi dengan mengangkut seorang manusia
besar selain diriku.
Berdua, kami menyusuri jalan poros Makassar-Maros dan jalan
poros Maros – Soppeng (sebelum terjadi sesat pikir dan prasangka yang aneh-aneh,
saya tegaskan dulu bahwa kami bukan homo).
Kurang lebih sejam di atas motor bikin punggung dan pinggul rasanya seperti
mati rasa. Makanya, kami singgah di Alfamart-Maros sekalian tebar pesona pada kasir cantik (ups!) dan
membeli logistik. Di situ kami bertanya pada seorang bapak tentang lokasi Desa
Bengo. Jawabannya singkat, padat, dan jelas, “Jauuuuh”. (Oh, come on. Let’s get
serious! Bapak sudah pernah disetrum?!)
Nah, sodara-sodara. Kami melanjutkan perjalanan. Di atas
motor yang melaju dengan kecepatan rata-rata 60 km/jam itu kami menikmati
panorama indah sepanjang kabupaten Maros.
Setelah melewati tanjakan-tanjakan curam dan tikungan-tikungan
berbahaya di antara tebing-tebing karst, kami singgah lagi. Kali ini di warung ibu Agnes Arruan. Minum kopi sejenak dan bertanya sama bapak yang jaga toko (mungkin suaminya, peduli amat) tentang daerah dan lokasi yang akan kami tuju.
Sekitar 5 kiloan dari situ, kami menemukan Pasar Bengo. Kami berhenti dan Patrik bertanya pada seorang kakek di antara kerumunan massa yang sedang nunggu angkutan, “Permisi, Bapak tau di mana letak Bukit Teletubbies?”
Sekitar 5 kiloan dari situ, kami menemukan Pasar Bengo. Kami berhenti dan Patrik bertanya pada seorang kakek di antara kerumunan massa yang sedang nunggu angkutan, “Permisi, Bapak tau di mana letak Bukit Teletubbies?”
Bapak itu tersenyum memperlihatkan gigi-gigi emasnya (sekarang udah jaman behel) dan menjawab dengan jujur, “Maap, Nak. Tena kuissengi (artinya: aku nggak tau).”
“Ya, iyalah. Mana mungkin dia tau. Bro, kalo nanya orang
kira-kira, dong. Dari casingnya aja keliatan kalo dia lahir di jaman pra-teletubbies,” kataku dalam hati.
Pada saat itu, aku masih berpikir kalo nama ‘Bukit
Teletubbies’ hanya bikin-bikinan bro Patrik doang. Namun, setelah beberapa
kali bertanya dan seakan-akan orang yang ditanya kelihatan fine aja dengan nama
bukit itu, bahkan menunjukkan arah yang benar, akhirnya aku yakin kalo masyarakat sekitar memang
menamakannya demikian.
Derita kami adalah untuk sampai ke lokasi, kami harus berkali-kali tersesat.
Bahkan hingga berpuluh-puluh kilometer jauhnya. Itu karena kami malu bertanya, jalan terus. Namun
ketika menemukan bukit itu, rasanya benar-benar mengharukan. - Jadi, untuk sampai ke
sana kamu harus tersesat dulu supaya terharu, hahaha -. Mappingnya begini: Kira-kira 50 meter dari Kantor Camat Cenrana,
ada Warung Makan “Hati Mulya”. Di depan warung tersebut ada jalan yang mengarah
ke lokasi. Dengan kata lain, kamu harus
belok kanan dari jalan Poros Maros-Camba ketika menemukan Hati Mulya. Kira-kira 500m atau sekilo dari
situ, Bukit Teletubbies telah menunggumu. Kalo masih ragu, tanyakan saja
pada penduduk sekitar. Mereka pasti tau tempatnya.
Sesampai di sana, aku menyiapkan kamera untuk mengambil
gambar dan bro Patrick mengeluarkan Bendera Merah-Putih untuk ikut diabadikan di
tempat seindah itu. Well, itu ide aneh tapi sangat cemerlang. Selain mengambil gambar, berlari, berputar, menari, dan bertingkah seperti Teletubbies, kami juga mengadakan kegiatan bersih-bersih lingkungan. Satu bukit, bray! Sampahnya tak banyak, namun lumayan merusak pemandangan.
Bukit ini sebenarnya gak mirip-mirip amat sama the real Teletubbies' Hills. Tapi ketidakmiripannya itu tak mengurangi keindahannya. Kami di sana antara 30 menitan sampai sejam-an (gak tau pasti, pokoknya sampe sakit maag kambuh). Rasa lapar yang teramat sangat, memaksa kami be-say goodbye dengan panorama tersebut. Meski hanya kunjungan singkat, tapi kami sudah berada di sana dan menancapkan kuku di another hidden paradise of Sulawesi.
Bro Patrik baru saja mengikat bendera pada sebatang kayu."Ini bendera terkeren yang pernah saya pegang, Bro. Mau dipasang di mana?" tanyanya. |
Ini aku di puncak bukit. Gak jelas 'kan kalo itu aku?! |
Aku lagi pegang bendera dan berpekik, "Merdeka!". Yang motret Bro Patrick |
Gaya nggak jelas. Lagi ngukur bukit, Bro? |
Ini Bro Patrick tampak belakang. Keliatan sekali semangat nasionalisnya. |
Istirahat di salah satu spot. Ayah ibunya pasti bangga. |
Bukit ini sebenarnya gak mirip-mirip amat sama the real Teletubbies' Hills. Tapi ketidakmiripannya itu tak mengurangi keindahannya. Kami di sana antara 30 menitan sampai sejam-an (gak tau pasti, pokoknya sampe sakit maag kambuh). Rasa lapar yang teramat sangat, memaksa kami be-say goodbye dengan panorama tersebut. Meski hanya kunjungan singkat, tapi kami sudah berada di sana dan menancapkan kuku di another hidden paradise of Sulawesi.
Dan inilah foto-foto keindahan "Bukit Teletubbies"
*******
And this is me, the author and the photographer:
----------------------------------------------------------------------------------
I sincerely appreciate your taking time to provide your comments and feedback (by clicking on reactions or rate it). Jangan lupa, join this site
----------------------------------------------------------------------------------
Thanx to:
No comments:
Post a Comment