Saturday, October 11, 2014

LAYAR PUTIH (Kelurahan Barombong, Kecamatan Tamalate, Kota Makassar)

Tanjung Layar Putih adalah salah satu spot yang sering dikunjungi oleh orang-orang yang pengen menikmati sunset dengan pandangan bebas ke laut tanpa perlu menyeberang ke pulau. Udara lautnya yang lumayan bersih dari polutan dan pemandangan sekitar pertemuan sungai jeneberang yang sebenarnya keren membuat tempat ini lumayan berguna untuk membasuh jiwa yang penat.
Sayang sekali oknum yang eksis di tempat itu nggak keren banget. Gubuk-gubuk liar yang dibangun seadanya (konon gubuk ini khusus disewakan untuk manusia-manusia mesum) dan sampah-sampah yang bertebaran di mana-mana membuat tempat ini kehilangan aura cantiknya. Retribusi di tempat itu juga nggak keren. Bayangkan, untuk masuk ke sana saja kita harus membayar 5000 perak. Trus, parkirnya Rp. 2000/motor. So, kita kudu nyiapin duit sebesar 7000 rupiah kalo mau menikmati sunset.

Saya sebenarnya berharap oknum-oknum yang ngumpulin (atau malak?) duit sebesar itu juga untuk berusaha merawat keindahannya. Di sisi lain, kepedulian para pengunjung yang datang juga penting, jangan pernah buang sampah di sana. Memang sih, di sana nggak terlihat fasilitas tempat sampah. Tapi bisa 'kan sampahnya dibungkus kembali dan dibuang di tempat sampah yang ada di sekitar Pantai Losari. Atau bawa pulang sekalian! Aku kok ngerasa kayak penyuluh kebersihan saja. Tapi sebagai orang yang tergabung dalam sebuah Komunitas Pencinta Alam, maka kewajiban moralku menuliskan ini.

Sodara-sodara sebangsa setanah aer, perjalananku ke sini diawali dengan ajakan Patrick Wulaa Petrus yang lagi suntuk di tempatnya ngantor. Melalui WA, diserukan kepada para TBR berkumpul di muara Sungai Jeneberang untuk menikmati sunset bulan Oktober yang hangat-hangat nikmat. Pemandangan menjelang akhir musim kemarau seperti mengingatkanku pada lukisan-lukisan musim gugur yang pernah kulihat dalam buku-buku keluaran Eropa.

Di tempat ini kami duduk memandang matahari besar di langit kemerahan dan Pulau Barrang Lompo di kejauhan sambil sesekali menikmati kopi dan snack. Agus, Elsa, Patrick, Markos, Matuh, dan Mardha asyik bercengkrama dan saling nyela. Sedangkan aku sudah pasti asyik dengan mata kamera. Gak lama berselang beberapa fotografer juga nampak ingin mengabadikan bola api raksasa yang perlahan-lahan mulai terbenam.


*******

Nah, foto-foto berikut merupakan penampakan Layar Putih dan pemandangan dari pulau ini:










*******

And this is me, the author and the photographer:







Thanx to:

  1. Keluarga besar Komunitas Pencinta Alam - Pintas.
  2. Member of Group : Agustinus Duma, Ignatius Matuh, Markos Y. Kahia, Katarina Elsa, dan Patrick Wulaa Petrus.
  3. The participant: Mardha.

Sunday, September 21, 2014

DANAU-YANG-TAK-ADA-NAMANYA (Kelurahan Mawang, Kecamatan Somba Opu, Kabupaten Gowa)

Bro 'n sis, hari ini aku dan Patrik diajak Agus sama teman-teman kuliahnya dulu jalan-jalan ke "Yerusalem Baru" via WA. Sempat mikir, tempat apa dan macam apa itu. Apakah ini semacam tur rohani atau cuma bikin jejak-jejak sepatu di suatu tempat baru di muka bumi ini. Tapi tanpa tanya aku ikut saja. Mumpung nggak ada kegiatan karna beberapa personil KPA PINTAS yang lain lagi menikmati liburannya di Jogja. Rencananya perjalanan dimulai pukul 15.00 tapi aku baru start dari rumah Pkl. 15.20, hahaha. Meeting pointnya di depan PT Sermani. Di sana kami masih nunggu lagi orang-orang yang belum ku kenal (hanya agus yang kenal) lalu setelah semuanya lengkap, perjalanan pun dimulai.


Berkali-kali salah jalan, berhenti lalu muter-muter nggak jelas, aku dan Patrik mulai curiga, jangan-jangan mereka nggak tau tempatnya atau nggak tau baca google map. Ketika sekali lagi mereka berhenti di pinggir jalan untuk membaca smartphonenya aku sedikit kepo dan bertanya, "Desperados amigos no comprendo. Sebenarnya tujuan kita ini kemana?" Ternyata, tempat yang dituju itu adalah Wisata Kebun Bontomarannu. Bilang kek dari tadi. Soalnya aku tau tempat itu meskipun cuma lewat depannya doang dan belum pernah masuk.

Akibatnya, kami semua baru tiba di obyek wisata itu pukul 16.40an. Melihat harga tiket masuk sebesar 25 ribu perak hatiku sudah nggak enak tapi karena sudah sampai, apa boleh buatlah. Begitu mau beli tiket, mbak yang menjual bilang kalo tempat itu akan tutup sekitar 20 menit lagi. Sial benar, kami nggak jadi masuk. Sebagai pelampiasan kekecewaan kami, akhirnya kami memutuskan untuk makan-makan di sebuah tempat yang indah di sebelah utara Danau Mawang. Komunitas Jalan2Seru_Mks menamakannya Telaga Biru karena airnya yang agak kebiruan sedangkan kami di PINTAS menamakannya Danau TBR.

Danau ini sebenarnya adalah lubang besar dan dalam bekas galian tanah. Karena kondisi tanah di sekitarnya yang berair dan berkarakteristik rawa, lubang tersebut berubah menjadi danau yang nggak pernah kering dan jika musim hujan, airnya yang banyak membuatnya semakin menyerupai danau alami. Tempat ini menarik karena biota flora yang beraneka ragam tumbuh di sekitarnya.

Bro 'n sista, di sekitar tempat ini sudah banyak patok-patok tanah dan pondasi yang ditanam sama yang empunya tanah atau developer perumahan. So, dalam waktu dekat tempat ini hanya tinggal kenangan doang. Itulah mengapa saya memotretnya banyak-banyak.


*******

Nah, foto-foto berikut merupakan penampakan danau ini dan pemandangannya :




















*******

And this is me, the author and the photographer:









Thanx to:

  1. Keluarga besar Komunitas Pencinta Alam - Pintas.
  2. Member of Group : Agustinus 'FCB' Duma dan Patrick Wulaa Petrus.
  3. The participant:Natalia Priska Suling, dkk.

Sunday, August 10, 2014

KODINGARENG KEKE : Kelurahan Kodingareng, Kecamatan Ujungtanah, Makassar, Sulawesi Selatan, Indonesia.

Pagi ini aku bangun dengan semangat ’45 soalnya hari ini bakalan ada trip baru lagi. Semalam Patrik texting (di WA atau FB … lupa) kalo semua orang harus ngumpul di rumahnya Stella pukul 6.30 pagi. So, sedari subuh aku sudah mempersiapkan semua perlengkapan dengan teliti dan terencana jangan sampai ada yang ketinggalan. Setelah sarapan pagi, segera ku starter kuda besi kesayangan. Tapi, begitu jalan aku merasa terseok-seok. Cek per cek ternyata bannya bochorrrr (ingat Prabowo waktu debat dengan Jokowi).  Karena hari masih pagi, sepanjang perjalanan dari Antang sampai Tello belum ada bengkel yang buka. Akhirnya, dekat SMPN 8 aku menemukan sebuah bengkel yang orangnya sudah bangun meski belum buka. Bapak tua itu segera memeriksa keadaan ban . Ternyata gak ada jalan lain, ban harus diganti. Uang dalam dompet hanya 60 ribu. Cukup untuk perjalanan ke Kodingareng tapi kalau dipake buat ganti ban dalam, duitnya udah nggak cukup mana lupa bawa ATM lagi. Pasti deh ngutang lagi sama Nina.

Ganti ban rupanya butuh waktu sekitar setengah jam. Sebenarnya sih bisa lebih cepat dari itu tapi entah mengapa pagi ini banyak orang juga yang bermasalah dengan ban motornya. Gila ka’! Rasanya pengen pasang muka sangar trus bilang ke orang-orang, “cari tempat tambal ban yang lain, idiot!” Sudah pasti terlambat ini. Sepanjang waktu cuma bisa berharap nggak ditinggal teman-teman. Setelah ban diganti, aku tancap gas ke rumahnya Stella. Ternyata anak-anak belum semua ngumpul dan si Kiki masih mencari inspirasi di wc-nya Stella.

Setelah Kiki keluar dari WC, kami langsung berangkat ke dermaga Popsa. Aku nggak terlalu menikmati perjalanan karena leher belakangku seperti  tegang. Mungkin kolesterol punya kerjaan. It sucks, man!  So, setibaku di pulau aku segera memasang hammock dan tiduran sejenak. Kulihat Kiki udah lengkap dengan pakean renangnya dan alat snorkelingnya dan langsung nyebur ke laut tanpa peduli sama barang bawaannya yang lain. Ini anak kayak baru ketemu laut. Tapi benaran, selama seharian di Kodingareng, dia berendam mulu seperti anaconda, eh maksudku, putri duyung.

Di sekitar kami beberapa komunitas anak muda juga datang menikmati indahnya pulau Kodingareng Keke, termasuk komunitas Jappa-Jappa yang sebagian besar anggotanya dulu tergabung dalam Komunitas JJS Makassar. Sepanjang hari aku cuman mengamati keadaan sekitar tenda yang kami pasang sambil minum kopi dan makan kacang. Ketika teman-teman lain udah puas menikmati bawah laut, baru giliranku mengabadikan pulau tersebut.

Well, Bro 'n Sista, karena pulau ini tak berpenghuni maka saya mengharapkan agar teman-teman (kalo ke sana) ikut serta mengadakan kegiatan membersihkan dan menjaga kelestarian pulau. Saya nggak mungkin melarang kalian ke sana, apalagi jika jiwa kalian memang jiwa petualang sejati tapi tolonglah untuk tidak sekedar menikmati pulaunya saja. Kalo bisa bawa bibit tanaman yang bisa tumbuh di daerah pantai.

*******

Nah, foto-foto berikut merupakan penampakan Pulau Kodingareng Keke dan pemandangan dari pulau ini:

 






 








*******

And this is me, the author and the photographer:














Thanx to:

  1. Keluarga besar Komunitas Pencinta Alam - Pintas.
  2. Member of Group : Agustinus 'FCB' Duma, Catharina 'Kajol" Elsa, Yohanes Nyong Putra Ende, Ignatius Matuh,  Melky Meko, dan Patrick Wulaa Petrus.
  3. The participant: Kiki, Nina, dan seorang wanita yang tak sempat kenalan.