Pagi ini aku terbangun dari
velbed gegara bloodsuckers (baca: nyamuk-nyamuk-nakal) berani-beraninya merusak
alam mimpi seorang Donny Reston (gila bener!) padahal rasanya tidurannya baru sebentar.
Kulirik casio-ku, baru jam 4.20 subuh. Itu artinya aku baru nyenyak sekitar 2
jam. Daripada tersiksa dengan kualitas tidur yang tak jelas, aku ke dapur
membuat kopi dan dan menikmati udara subuh di serambi. Berapa orang tentara
nampak masih istirahat. Mereka benar-benar kelelahan melatih LDK untuk 39 anak
muda yang mau dijadikan makhluk yang paling menyadari kemanusiaannya. Siapakah
ke-39 anak muda itu? Gak penting untuk saya tuliskan di sini. Nah daripada bicara tentang mereka, lebih baik
bicara tentang pengalaman pribadiku saja. Karena blog ini punya gue, yang nulis
gue, dan yang mikir juga gue. Jadi semuanya suka-suka gue.
My backbone masih terasa
nyeri dan rasanya seperti sesuatu yang menempel di sana (hal inilah yang
membuat aku jarang ngetrip lagi) sehingga aku terpikir untuk istirahat saja
pagi ini. Pokoknya hari ini gak usah macam-macam. Apalagi semalam cuma tidur 2
jam saja.
Seorang tentara mendekatiku
dan bertanya, “Pak, nanti kita mendaki Gunung Kariango. Bapak mau ikut?”
“Mmm, nanti dilihat, Pak.”
Jawabku.
Tak lama kemudian komandannya
datang dengan pertanyaan yang sama dan kali ini aku sudah susah untuk
menolaknya. Aku mengiyakan tapi dengan sedikit ragu.
Setelah senam pagi militer aku
ditanya lagi sama tentara yang lain. “Pak di sana paling bagus memotret dan
menikmati Gerhana Matahari. Bapak mau ikut ‘kan?!”
Kali ini aku menjawab dengan
yakin-teguh-tulus-ikhlas, “Iya, Pak.”
Hari masih gelap dan kami
sudah mulai berjalan dengan langkah tegap perkasa menuju tempat yang dimaksud.
Setelah berjalan kaki kurang lebih 30 menit, akhirnya sampailah kami di depan
gerbang yang bertuliskan “Selamat datang di tempat tradisi satria Gunung
Kariango”. Artinya di gunung inilah Yonif 431 mengadakan tradisi penyambutan
kepada anggota baru di lingkungan mereka. Gunung ini adalah saksi kekuatan dan
semangat membara jiwa korsa dalam diri prajurit TNI Batalyon Infanteri Lintas
Udara 431/Satria Setia Perkasa.
Gunung ini terbuat dari batu
(ya , iyalah. Masa dari plastik … kalimat ini abaikan saja). Sepanjang jalur
pendakian kita disuguhi dengan pemandangan khas hutan dengan susunan tangga yang
dibangun dengan rapih dan teratur oleh para prajurit TNI Yonif 431. Struktur
batuan di tempat ini juga unik karena sekilas nampak seperti buatan manusia
tetapi bila diamati dengan seksama, bentuk batuannya memang terbentuk secara
alami seperti itu. Makanya sempat beredar cerita kalo Gunung Kariango dulunya
adalah perahu saudagar yang karam di situ. Untuk membuktikannya, aku sempat
mengambil sampel batu dan memasukkannya dalam mulutku lalu memutar-mutarnya sejenak dengan lidahku dan meresapkannya. Rasanya memang asin, euy! Akupun
berpikir kalo cerita tentang kapal saudagar itu benar. (Terus terang ini perbuatan paling goblok yang
pernah aku lakukan dan, maaf, logika ku agak kacau waktu itu. Maklum kurang
tidur).
Untuk sampai ke puncak
Kariango, dibutuhkan waktu sekitar 30 menit. Nah, pasti kalian bertanya, “kalau
cuma 30 menit, bagaimana mungkin bisa menjadi saksi kekuatan dan jiwa korsa?” Jawabannya,
para prajurit kita yang gagah perkasa itu tidak mendakinya dengan cara yang normal
tetapi justru di atas normal, dengan sekian banyak “games” yang membutuhkan
tenaga sampai diambang batas kemampuan manusia (tafsirkan sendirilah).
Di puncak Gunung Kariango ada
semacam tempat upacara dan Wing Satria Kostrad berdiri dengan megahnya di situ.
Pasti keren kalau dilihat dari jauh. Sayangnya, hampir seluruh pinggiran puncak
merupakan jurang batu yang kalo terpeleset di situ sudah pasti gone forever and
ever. Makanya gunung kecil ini juga keramat.
Well, untuk mengenal sedikit
tentang BRIGIF LINUD 3/KOSTRAD Kariango, Maros berikut saya paparkan sejarahnya yang
saya ambil dari Wikipedia:
Pada tahun 1980 ABRI membangun
kompleks Markas Komando Grup-3/Kopassandha untuk wilayah Indonesia bagian timur
diatas tanah seluas ± 247 ha di Kariango. Pemilihan lokasi dilakukan melalui
berbagai pertimbangan kemiliteran. Kompleks ini kemudian dijadikan sebagai
Kesatrian Markas Grup 3 Kopassandha utamanya Detasemen Tempur 31. Pada tanggal
6 Maret 1985, Grup-3/Kopassandha diorganisasi menjadi Brigade Infanteri 3
Lintas Udara Kopassus, sehingga Detasemen Tempur 31 direorgansisasi menjadi
Batalyon Infanteri 1 Brigif 3 Linud Kopassus.
Pada tanggal 9 Desember 1986
dilaksanakan alih status Brigif 3 Linud Kopassus menjadi Brigif Linud 3/Kostrad
dalam suatu upacara militer dengan Inspektur Upacara Kepala Staf TNI-AD
Jenderal TNI Try Sutrisno. Dengan adanya alih status tersebut, maka Batalyon
Infanteri 1 Brigif 3 Linud Kopassus beralih menjadi Batalyon Infanteri Lintas
Udara 431/Satria Setia Perkasa.
Nomor pengenal 431 merupakan
warisan dari Batalyon Infanteri 431 yang berkedudukan di Slawi, Tegal. Pada
tahun 1963 sesudah melaksanakan operasi Trikora di Irian Jaya, sebagian besar
personel Batalyon Infanteri 431 diseleksi untuk dijadikan personel inti
Batalyon 2 RKPAD yang berkedudukan di Magelang.
Dan inilah foto-foto keindahan Gunung Kariango dan pemandangan di sekitarnya :
And this is me, the author and
the photographer:
I sincerely appreciate your
taking time to provide your comments and feedback (by clicking on reactions or
rate it). Jangan lupa, join this site. Thanks.
----------------------------------------------------------------------------------
Thanx to:
BRIGIF LINUD
3/KOSTRAD Kariango, Maros
Canon
60D-ku yang keyen.