Wednesday, March 9, 2016

GUNUNG KARIANGO, BRIGIF LINUD 3/KOSTRAD Kariango, Maros


Pagi ini aku terbangun dari velbed gegara bloodsuckers (baca: nyamuk-nyamuk-nakal) berani-beraninya merusak alam mimpi seorang Donny Reston (gila bener!) padahal rasanya tidurannya baru sebentar. Kulirik casio-ku, baru jam 4.20 subuh. Itu artinya aku baru nyenyak sekitar 2 jam. Daripada tersiksa dengan kualitas tidur yang tak jelas, aku ke dapur membuat kopi dan dan menikmati udara subuh di serambi. Berapa orang tentara nampak masih istirahat. Mereka benar-benar kelelahan melatih LDK untuk 39 anak muda yang mau dijadikan makhluk yang paling menyadari kemanusiaannya. Siapakah ke-39 anak muda itu? Gak penting untuk saya tuliskan di sini.  Nah daripada bicara tentang mereka, lebih baik bicara tentang pengalaman pribadiku saja. Karena blog ini punya gue, yang nulis gue, dan yang mikir juga gue. Jadi semuanya suka-suka gue.

My backbone masih terasa nyeri dan rasanya seperti sesuatu yang menempel di sana (hal inilah yang membuat aku jarang ngetrip lagi) sehingga aku terpikir untuk istirahat saja pagi ini. Pokoknya hari ini gak usah macam-macam. Apalagi semalam cuma tidur 2 jam saja.
Seorang tentara mendekatiku dan bertanya, “Pak, nanti kita mendaki Gunung Kariango. Bapak mau ikut?”

“Mmm, nanti dilihat, Pak.” Jawabku.

Tak lama kemudian komandannya datang dengan pertanyaan yang sama dan kali ini aku sudah susah untuk menolaknya. Aku mengiyakan tapi dengan sedikit ragu.

Setelah senam pagi militer aku ditanya lagi sama tentara yang lain. “Pak di sana paling bagus memotret dan menikmati Gerhana Matahari. Bapak mau ikut ‘kan?!”

Kali ini aku menjawab dengan yakin-teguh-tulus-ikhlas, “Iya, Pak.”

Hari masih gelap dan kami sudah mulai berjalan dengan langkah tegap perkasa menuju tempat yang dimaksud. Setelah berjalan kaki kurang lebih 30 menit, akhirnya sampailah kami di depan gerbang yang bertuliskan “Selamat datang di tempat tradisi satria Gunung Kariango”. Artinya di gunung inilah Yonif 431 mengadakan tradisi penyambutan kepada anggota baru di lingkungan mereka. Gunung ini adalah saksi kekuatan dan semangat membara jiwa korsa dalam diri prajurit TNI Batalyon Infanteri Lintas Udara 431/Satria Setia Perkasa.

Gunung ini terbuat dari batu (ya , iyalah. Masa dari plastik … kalimat ini abaikan saja). Sepanjang jalur pendakian kita disuguhi dengan pemandangan khas hutan dengan susunan tangga yang dibangun dengan rapih dan teratur oleh para prajurit TNI Yonif 431. Struktur batuan di tempat ini juga unik karena sekilas nampak seperti buatan manusia tetapi bila diamati dengan seksama, bentuk batuannya memang terbentuk secara alami seperti itu. Makanya sempat beredar cerita kalo Gunung Kariango dulunya adalah perahu saudagar yang karam di situ. Untuk membuktikannya, aku sempat mengambil sampel batu dan memasukkannya dalam mulutku lalu memutar-mutarnya sejenak dengan lidahku dan meresapkannya. Rasanya memang asin, euy! Akupun berpikir kalo cerita tentang kapal saudagar itu benar. (Terus terang ini perbuatan paling goblok yang pernah aku lakukan dan, maaf, logika ku agak kacau waktu itu. Maklum kurang tidur).

Untuk sampai ke puncak Kariango, dibutuhkan waktu sekitar 30 menit. Nah, pasti kalian bertanya, “kalau cuma 30 menit, bagaimana mungkin bisa menjadi saksi kekuatan dan jiwa korsa?” Jawabannya, para prajurit kita yang gagah perkasa itu tidak mendakinya dengan cara yang normal tetapi justru di atas normal, dengan sekian banyak “games” yang membutuhkan tenaga sampai diambang batas kemampuan manusia (tafsirkan sendirilah).

Di puncak Gunung Kariango ada semacam tempat upacara dan Wing Satria Kostrad berdiri dengan megahnya di situ. Pasti keren kalau dilihat dari jauh. Sayangnya, hampir seluruh pinggiran puncak merupakan jurang batu yang kalo terpeleset di situ sudah pasti gone forever and ever. Makanya gunung kecil ini juga keramat.

Well, untuk mengenal sedikit tentang BRIGIF LINUD 3/KOSTRAD Kariango, Maros berikut saya paparkan sejarahnya yang saya ambil dari Wikipedia:

Pada tahun 1980 ABRI membangun kompleks Markas Komando Grup-3/Kopassandha untuk wilayah Indonesia bagian timur diatas tanah seluas ± 247 ha di Kariango. Pemilihan lokasi dilakukan melalui berbagai pertimbangan kemiliteran. Kompleks ini kemudian dijadikan sebagai Kesatrian Markas Grup 3 Kopassandha utamanya Detasemen Tempur 31. Pada tanggal 6 Maret 1985, Grup-3/Kopassandha diorganisasi menjadi Brigade Infanteri 3 Lintas Udara Kopassus, sehingga Detasemen Tempur 31 direorgansisasi menjadi Batalyon Infanteri 1 Brigif 3 Linud Kopassus.
Pada tanggal 9 Desember 1986 dilaksanakan alih status Brigif 3 Linud Kopassus menjadi Brigif Linud 3/Kostrad dalam suatu upacara militer dengan Inspektur Upacara Kepala Staf TNI-AD Jenderal TNI Try Sutrisno. Dengan adanya alih status tersebut, maka Batalyon Infanteri 1 Brigif 3 Linud Kopassus beralih menjadi Batalyon Infanteri Lintas Udara 431/Satria Setia Perkasa.
Nomor pengenal 431 merupakan warisan dari Batalyon Infanteri 431 yang berkedudukan di Slawi, Tegal. Pada tahun 1963 sesudah melaksanakan operasi Trikora di Irian Jaya, sebagian besar personel Batalyon Infanteri 431 diseleksi untuk dijadikan personel inti Batalyon 2 RKPAD yang berkedudukan di Magelang.


Dan inilah foto-foto keindahan Gunung Kariango dan pemandangan di sekitarnya :











And this is me, the author and the photographer:




I sincerely appreciate your taking time to provide your comments and feedback (by clicking on reactions or rate it). Jangan lupa, join this site. Thanks.

----------------------------------------------------------------------------------

Thanx to:

    BRIGIF LINUD 3/KOSTRAD Kariango, Maros
    Canon 60D-ku yang keyen.

Tuesday, October 27, 2015

PULAU LIUKANG LOE (Desa Bira, Kecamatan Bontobahari, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan)



Kututup wajahku dengan dengan pinggiran hammock karena cahaya matahari pagi terasa begitu menyilaukan. Yah, aku sudah bangun dan masih menyatukan seluruh nyawaku yang bertebaran di mana-mana selama aku tidur. Dengan gaya malas aku menurunkan kakiku dan meraba-raba tanah mencari sandal jepit yang seharusnya ada dibawah hammockku. Sejenak aku berdoa, bersyukur sama Tuhan karena sudah dikasih mimpi yang indah, pagi yang penuh warna, pikiran yang masih waras, dan badan yang siap bertualang lagi. Ya ya ya … pagi ini kita mau kemana?

Pagi ini kita ke Pulau Liukang Loe. Pulau apa itu? Pulau ini terletak tidak jauh dari Tanjung Bira. Karena merupakan sebuah pulau maka untuk ke sana kita harus naik perahu. Anda tidak dianjurkan menggunakan mobil atau pesawat terbang. Tarif ke sana lumayan mahal, Rp. 250 -300 ribu per perahu (1 perahu bisa diisi maksimal 10 orang).

Menurutku keindahan pulau ini tidak terletak di atas pulau. Kumpulan terumbu karang dan ikan-ikan yang bermain di dalam air (pastilah air, masa playgroup)  lebih menarik perhatianku dibanding deretan tebing-tebing pulau Liukang Loe yang pada umumnya hampir terdapat di sepanjang kaki Sulawesi. Sayangnya semakin lama, semakin rusak pula habitat terumbu karang di sini karena ke-“tidaksengajaan” warga sekitar dan pendatang ke sini tak sadar telah merusak terumbu karang dan mengusir hewan-hewan laut kecil, manis, dan imut-imut dari habitatnya.


Dan inilah foto-foto keindahan Pulau Liukang Loe :


















And this is me, the author and the photographer:











I sincerely appreciate your taking time to provide your comments and feedback (by clicking on reactions or rate it). Jangan lupa, join this site. Thanks.

----------------------------------------------------------------------------------

Thanx to:

Canon 60D-ku.

Friday, July 10, 2015

TEBING APPARALANG (Desa Ara, Kecamatan Bontobahari, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan)

Perjalananku kali ini khusus mengunjungi Apparalang. Sekian kali ke Bulukumba, baru kali ini menikmati keindahan tebing-tebingnya. Ternyata sudah banyak orang yang ke tempat ini meskipun jalanannya sulit dan tempatnya jauh dari pemukiman penduduk. Tapi serius, tempat ini merupakan salah satu tempat yang diciptakan Tuhan paling indah.
Dari salah satu surat kabar online aku baca kalo pemerintah setempat akan menjadikan Appalarang  sebagai salah satu tujuan wisata di tanah Butta Panrita Lopi ini. Makanya jangan heran kalo beberapa gazebo sudah berdiri di tempat ini. Beberapa tangga permanen  dan jalan yang sudah dibeton nampaknya semakin dibenahi.
Secara pribadi saya inginnya tempat ini tetap perawan, alami, dan seperti tak tersentuh tangan manusia. Tapi mengingat kebiasaan manusia yang suka seenaknya (misalnya buang sampah sembarangan), maka saya juga setuju kalo tempat ini dikelola oleh pihak pemerintah atau swasta yang peduli sama lingkungan hidup dan dunia pariwisata. Soalnya kalo ada pengelolanya biasanya tempat itu terjaga kebersihan dan kerapihannya.





*******

Nah, foto-foto berikut merupakan penampakan Tebing Apparalang dan pemandangannya :













 


*******
And this is me, the author and the photographer:



Sunday, January 18, 2015

BENDUNGAN KAMPILI (Desa Kampili, Kecamatan Palangga, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan)



Selamat malam manteman. Hari ini petualanganku diawali dengan ide jalan-jalannya Arnold. Nah, setelah sejak pagi-pagi benar berembug di WA, akhirnya terpilihlah Bendungan Kampili sebagai The  Next Destination. Bendungan ini mungkin merupakan bendungan dengan pemandangan paling keren di Sulawesi Selatan. Lokasinya tak begitu jauh dengan kota sungguminasa.
Rencananya mau ngumpul di rumahnya bro Patrik dan kemudian ke bro Arnold. Tapi karena baterai kameraku masih dicharge, maka terpaksa aku dan Agus langsung saja ke rumah bro Arnold. Setelah kami merasa semua yang akan berangkat itu lengkap maka motor langsung distarter dan go ke bendungan yang jaraknya sekitar 30-an km itu.
Selama perjalanan aku merasa sangat tersiksa oleh tekanan air seni yang sejak start dari rumah kutahan dengan segenap rasa karena akut ketinggalan. Sialnya, gak pernah bisa menyempatkan diri untuk singgah dan melepaskan hasrat itu karena beradu kecepatan dan percepatan motor dengan teman-teman lainnya. Akhirnya, di salah satu semak belukar di Kampili, hasrat itu terpuaskan.
Sesampainya kami di sana, beberapa Abg sudah nampak berselfie ria dan tak memperdulikan kehadiran kami (memangnya kami siapa? Power Rangers?!). Aku mulai memasang semua perkakas tukang kayu ... eh, maksudnya alat-alat potret dan sesekali menampakkan diri seperti hantu dalam foto-foto groupie teman-teman.




Nah, foto-foto berikut merupakan penampakan Bendungan Kampili dan sekitarnya hari ini:










*******

And this is me, the author and the photographer:








I sincerely appreciate your taking time to provide your comments and feedback (by clicking on reactions or rate it). Jangan lupa, join this site. Thanks.



----------------------------------------------------------------------------------
Thanx to:

  1. Keluarga besar Komunitas Pencinta Alam - Pintas, Paroki St. Paulus-Tello Makassar.
  2. Member of Group : Patrick Wp, Arnold, Agus, Stella, dan Elsa
  3. Honda Blade -ku yang terkasih
  4. Canon 60D dan 1000D ku yang keyen.
Maaf bagi temen-temen slalu nelpon atau sms atau chat via FB minta ikutan dalam trip kami. Bukan bermaksud jahat tak mengajak kalian. Perjalanan yang kami tempuh selama ini pasti terasa berat, tidak menyenangkan, dan membosankan bagi kalian yang memang hanya ingin bersantai. Seringkali, kami menempuh resiko tersesat dan masuk di daerah yang kurang ramah terhadap orang luar. Aku tidak ingin menabrakkan kebetean kalian dengan keindahan dunia ini. Atas pengertiannya aku ucapkan terima kasih.

Oh iya, satu lagi, penampakan foto-foto yang ada di blog ini sudah dipress sedemikian rupa sama penyedia layanan blog ini (blogspot.com). Maka hasilnya pasti agak gimana gitu ...